Tabiat dien ini adalah memberikan satu gambaran kehidupan kepada para
pengusungnya yang khas dan unik. Tidak ada satu agama atau faham
manapun yang mampu menyamai atau menandingi kehebatannya dalam pentas
kehidupan manusia, sampai di dalam keteguhannya menanggung bala’ ujian
atas prinsip prinsip yang telah di yakininya. Itulah sunah dakwah yang
meski berlaku dan telah Allah Tetapkan bagi orang orang yang beriltizam
pada dien ini dengan sungguh sungguh.
Allah Azza wajalla telah Berfirman :
“
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang
kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang2 terdahulu sebelum kamu?
Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan,serta digoncangkan
(dengan bermacam2 cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang2 yang
beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah,
sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” ( QS: 2:214 )
Ketetapan
Allah dalam ayat tersebut terus berlaku hingga Allah sendiri yang akan
mengangkat dien ini dari muka bumi, sehingga yang tersisa adalah seburuk
buruk makhluk.
Hanya dari rahim rahim tarbiah Islamiyahlah yang
dapat melahirkan orang2 dengan karakteristik seperti ini ( pribadi
pribadi yang tahan ujian ).
Lintasan sajarah telah
banyak melahirkan dan menampilkan orang2 seperti ini di setiap
kurunnya. Meskipun orang2nya sangat sedikit jumlahnya di bandingkan
dengan kebanyakan manusia pada umumnya, namun sunatullah menjamin akan
keberadaan mereka hingga datangnya hari kiamat sebagai bentuk pembelaan
dan penolong dienullah di muka bumi. Semua itu memberikan satu pelajaran
yang sangat berharga dan nyata, bahwa beriltizam ( berpegang teguh )
dengan dien ini pasti menjadikan diri kita asing dalam kehidupan manusia
pada umumnya, bahkan tak jarang ujian dan cobaan itu lebih banyak
mengisi catatan harian seorang pegiat amal Islami ketimbang kesenangan
dan kenikmatan duniawinya.
Cobalah kita renungkan
sejenak lembar sirah Nabawiyah saw dan para sahabat sahabat beliau r.a (
baik laki laki maupun wanitanya ) atau orang2 setelahnya.
Kita
lihat Ulama’ ummat ini, Ibnul Qayyim, Ibnu Taimiyah, Imam Ahmad bin
Hambal dan seluruh Ulama’ amilin mujahidin fisabilillah, tidaklah mereka
lebih kenyang dengan ujian dan cobaan hidup dari pada kenikmatan hidup
dan kelezatannya. Sunatullah ini tak akan berubah, berlaku atas setiap
orang2 yang ingin berjalan meniti diatas jalan iman hijrah, dakwah dan
jihad fie sabilillah akan mengalami hal yang sama, rasanya sama ( Cuma
bentuk dan keadaannya yang membedakan satu dengan yang lainnya ). Oleh
karena itu, sudah seharusnya seorang pegiat amal Islami ( baik laki laki
maupun perempuannya ) membutuhkan satu pembinaan pembinaan yang dapat
mengokohkah setiap langkah langkahnya demi meraih kecintaan dan
keridhoan Allah semata, hal itu sebagaimana kebutuhan dirinya akan
makanan dan minuman yang akan menguatkan fisik kita untuk beribadah
kepada-Nya.
Kebutuhan akan makan dan minum akan
menguatkan jasad yang dengannya ia bergerak, sedangkan tarbiah
hubungannya dengan ruh atau jiwa. Jika jiwanya sehat maka jasad ini akan
ringan untuk bergerak ( walaupun kelihatannya sangat berat untuk di
lakukan), akan tetapi jika jiwanya sakit maka seluruh anggota badan
berat untuk melakukan satu amal sholeh ( walaupun kelihatannya amal
tersebut sangat ringan untuk di lakukan ).
Hakekat Tarbiah ( Pembinaan ) bagi Diri
Tarbiah
( menumbuhkan kembangkan kesadaran ) merupakan long life education atau
pendidikan sepanjang kehidupan manusia. Mendidik atau membina jiwa ini
supaya tunduk dan patuh kepada tata aturan yang telah Allah perintahkan,
hal tersebut sebagai satu2nya syarat agar Nasrullah turun dan
kemenangan Islam di capai. Sebaliknya kelengahan dan kemaksiatan akan
menyebabkan segala bentuk kelengahan dan kesalahan yang di timbulkan.
Begitulah
konsep Islam dalam memandang suatu keberhasilan, kesuksesan, dan
kemenangan. Bukan berorientasi pada hasil ( sebagaimana konsep barat,
yang penting targed tercapai adapun caranya ( melanggar syar'i atau
tidak ) terserah ), akan tetapi yang terpenting adalah bagaimana dalam
setiap amal yang akan di lakukan ikhlas dan mengikuti tuntunan syar’inya
dengan penuh kesungguhan dan sabar, adapun hasil kita serahkan pada
Allah. Jika targed tidak tercapai bukanlah jadi masalah ( yang penting
ikhlas dan sesuai tuntunan syar'inya ). Memang targed di perlukan agar
dalam melakukan amal tidak seenaknya sendiri.
Hendaknya
kisah Nabiyullah Nuh As, kita jadikan I’tibar, beliau berdakwah 950
tahun hanya mendapat belasan orang ( tetapi sadar atas apa yang di
lakukan, bukan karena terpaksa ). Menurut kaca mata barat di lihat suatu
kegagalan, akan tetapi menurut konsep Islam beliau berhasil. Selama
rentang waktu yang sangat panjang itu dakwah beliau ( Nuh As ) tidak
menyimpang dari rel yang Allah syareatkan pada beliau, hasilnya
mendapatkan orang2 yang militant ( sadar akan apa2 yang Nabi Nuh
perintahkan padanya dan mau mengikuti ).
Sejarahpun
terulang pada masa sahabat Rosulullah Saw. Sosok Abdullah bin Rawahah
r.a ( seorang sahabat yang mulia pada perang Mu’tah ) mengatakan :
“
Kita tidak memerangi manusia dengan bilangan, kekuatan dan jumlah kita.
Kita hanya memerangi mereka karena dien ini memerintahkan demikian,
dien yang Allah memuliakan kita dengannya ( jika kita berpegang teguh
pada apa apa yang di perintahkan dan apa apa yang dilarang serta menjaga
keikhlasan dalam beramal ).”
Allah Azza wajalla Berfirman :
“Hai
orang2 yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” ( QS: Muhammad 7 )
Pada
ayat tersebut mengisahkan tentang hukum sebab akibat, yang akibatnya
akan kembali kepada si pelaku amal itu sendiri. Kenapa Allah
memerintahkan kepada orang orang beriman untuk menolong dienNya, apakah
Allah tidak mampu ?? Akan tetapi Allah hendak melihat siapa siapa yang
benar amalnya sesuai dengan keyakinan dan perkataannya, dengan yang
hanya bohong.
Jadi kebutuhan kita akan satu
pembinaan yang terus menerus mutlak di butuhkan, karena begitu banyaknya
musuh musuh kita yang begitu tamak menginginkan agar kita tergelincir
dari jalan Allah.
Apakah itu musuh dari golongan
orang2 kafir yang telah jelas jelas memusuhi Allah dan RosulNya, maupun
dari golongan orang Islam itu sendiri yang cenderung kepada kefasikan
dan dosa. Musuh dari jenis hawa nafsu yang terus memberontak untuk
kebebasan, syetan yang terus meenghembus hembuskan keragu raguan, dunia
yang terus bersolek yang tak pernah berhenti untuk menghalangi jiwa jiwa
dari jalan kebenaran Islam.
Perbaharuilah Selalu Dien dan Keikhlasan Kita Kepada Allah…
Tidak
seperti sekolah2 yang ada saat ini, seseorang dinyatakan lulus setelah
rentang waktu tertentu serta pencapaian ilmu tertentu pula. Ilmu
pengetahuan yang di dapatkan dari bangku sekolah tersebut hanyalah
berkumpulnya kepandaian logika dan nilai matematis yang tinggi saja,
sedangkan praktek di lapangan sesungguhnya belum tentu demikian. Bangku
sekolah banyak mencetak orang pandai, akan tetapi tak sedikit yang tak
tau kemana arah ia hidup di dunia ini. Kiranya masih sangat jauh dari
apa yang di harapkan Islam dari hasil sebuah pendidikan dan pembinaan
diri !...
Tak jarang kita jumpai para cendekiawan muslim di
lapangan tidak menampakkan sebagai seorang pembela dien, justru
sebaliknya mengikis dienul Islam sedikit demi sedikit yang tercermin
dari tingkahnya dan ungkapan ungkapan yang keluar dari mulutnya.
Mungkin
ini salah satu kelemahan dari system pendidikan yang ada saat ini (
sudah membutuhkan biaya yang sangat mahal hasilnyapun terkadang buruk di
medan nyata ). Atau diri kita sendiri pun mungkin mengalami dan
merasakannya sendiri. Pandai dari hal ilmu, tapi tidak pandai dan bijak
dalam amal nyata ( ikhlas dan mengikuti syar’inya ).
Sebagai
seorang ibu yang bertanggung jawab atas pendidikan anak anaknya dirumah
dan terhadap masa depan Islam, haruslah memahami persoalan yang
mendasar ini. Dienul Islam menempatkan ilmu dan amal sebagai satu
kesatuan yang tak terpisahkan dan mendudukkannya setara dengan
kepentingannya.
Sehingga selaras dengan apa yang
do’a kita panjatkan minimal tuju belas kali dalam sehari ( minta di
tunjuki jalan yang lurus, dalam surat al Fatehah ).
Ibnu Katsir
menjelaskan tentang orang2 yang di murkai ( dalam QS: Al Fatehah 6-7 )
adalah Yahudi, di sebabkan banyaknya ilmu mereka akan tetapi mereka
enggan mengamalkannya.
Sedangkan orang2 yang sesat
adalah orang2 musyrik dan fasik, di sebabkan karena banyaknya amal
ibadah yang mereka lakukan tidak dilandasi atas ilmu yang benar. Adapun
dienul Islam melandasi kepada seluruh Ummatnya agar menyempurnakan ilmu
dengan amal dan amal dengan ilmu.
Artinya kita
tidakmungkin faham akan hakekat Islam atau Allah tidak akan memberikan
satu kefahaman akan Islam manakala kita tidak mau melaksanakan amal juga
dengan dasar ilmu yang benar ( apapun bentuk amalnya, sedikit atau
banyak ). Berilmu saja tanpa ada pengamalannya, belum bisa di sebut
faham. Beramal ( meskipun ikhlas ) akan tetapi tanpa dasar ilmu juga
belum di katakana faham, sampai seseorang itu berilmu dan mengamalkan
apa2 yang dilmuinya itu dengan penuh kesungguhan dan keyakinan, baru di
sebut orang yang faham akan Islam.
Hal ini
hendaknya menjadi satu catatan tersendiri bagi para pegiat amal Islami
hari agar menjadikan wasilah wasilah tholabul ilmi tidak hanya sekedar
menjadi bahan wacana yang menjejal otaknya saja dengan pengetahuan
pengetahuan semata, akan tetapi melatih jiwanya untuk bersegera
mengamalkan apa apa yang diilmunya itu ( sedikit demi sedikit tapi
kontinyu itu lebih baik, dari pada sekali tapi jarang di lakukan) dan
juga yang terpenting adalah menata hatinya akan akibat akibat yang bakal
timbul dari apa apa yang telah di ilmui dan di amalkannya itu serta
bersabar atasnya.
Sesungguhnya inilah metode
Rabbani dalam mentarbiah jiwa2 manusia, yaitu dengan memberikan
pembinaan terhadapnya secara bertahap dan berangsur angsur. Berjalan
melalui proses penyadaran diri dalam melakukan amal, yang terkadang
proses tersebut berjalan sangat lambat dan menjemukan ( sesuai dengan
tingkat pemahaman masing masing orang ). Sehingga harapannya para pegiat
amal Islami dalam beramal, berangkat dari dorongan kesadaran yang
timbul dari dalam dirinya sendiri, maka lahirlah dari rahim rahim
tarbiah para pegiat amal Islami yang tahan ujian dalam setiap medan
amal.
Abdullah Azzam mengibaratkan pembinaan jiwa
manusia itu seperti membangun sebuah rumah, bata demi bata di letakkan
satu persatu, di rekatkan dengan menjaga keikhlasan, ilmu amal dan sabar
hingga terbentuk bangunan yang sempurna. Sempurna dalam memahami dan
mengamalkan Islam sampai bertemu al Maut.
Oleh
karenanya Allah Azza Wajalla menurunkan Adz dzikru secara bertahap, satu
atau dua atau tiga ayat kemudian memerintahkan mereka supaya
mengamalkannya.
Adalah para sahabat Rosulullah r.a melazimi
dalam mempelajarinya tak lebih dari sepuluh ayat kemudian
mengamalkannya, danb tak menambah sebelum mengamalkannya dengan benar.
Bahkan Ibnu Mas’ud ( ulama’nya para sahabat r.a ) mengatakan bahwa kami
belajar ilmu dan mengamalkannya secara bersamaan. Dari sanalah wajar
jika para sahabat r.a di sebut sebagai sebaik baik masa.
Rosulullah Saw bersabda:
“
Sebaik baik hamba Allah adalah orang2 yang apabila di lihat ( membuat
orang yang melihatnya ) ingat kepada Allah .” ( HR. Imam Ahmad )
Jadi,
setiap pegiat amal Islami yang berkeinginan mengembalikan dienullah
dalam kehidupan dunia haruslah memenuhi dua hal, yaitu; pertama,
mengetahui dienullah itu sendiri dengan benar. Kedua, mengamalkan ajaran
dienullah yang diilmuinya itu. Hal itu dimulai dari dirinya terlebih
dulu, melebar kepada keluarga dekat, seterusnya dan seterusnya sehingga
dien itu menjadikan mereka berkuasa di muka bumi.
Tarbiah ( pembinaan diri ) termasuk I’dad Imani
Salah
satu I’dadul quwwah ( mempersiapkan kekuatan ) yang mana Allah
perintahkan bagi setiap pribadi yang mengaku beriman kepada Allah,
RosulNya dan hari akhir ( yang di Allah perintahkan dalam QS: Al Anfal
60 ) adalah dimulai dan di dasari dari I’dad imannya, yaitu mendidik
jiwa dengan mempelajari ilmu ilmu syar’I sehingga tersingkap kabut tebal
subuhat serta tazkiah ( mensucikan dirinya ) sehingga tunduklah syahwat
kepada hukum2 Allah.
Ketika para pegiat amal
Islami berazam kuat ingin menapakkan kakinya di jalan iman, hijrah,
dakwah dan jihad, maka dirinya harus mempersiapkan dan menata hatinya
untuk bisa hidup diatas celaan, kebencian dan permusuhan yang di berikan
kebanyakan manusia. Kesadaran ini yang harus di tumbuh kembangkan
terlebih dulu, karena hakekat al Haq itu selalu bermusuhan dengan al
Batil dan tak akan bertemu satu dengan yang lainnya hingga hari kiamat.
Kemenangan dan kekalahan ( baik perang fisik dengan kekuatan senjata
maupun perang urat syaraf dengan pemikiran ) datang silih berganti
sesuai dengan tingkat kesungguhan masing masing kubu.
Dimana
kedudukan dan peran seorang mukminah dalam perjalanan kafilah jihad
yang panjang ini ? Kecenderungan wanita terhadap segala pernak perniknya
tidak dapat dipungkiri, karenanya jiwa jiwa ini haruslah membutuhkan
latihan latihan dan tauladan tauladan sehingga dirinya terbebas dari
penjara dunia ( dengan segala pernak perniknya ) menuju keluasan
JannahNya yang di janjikan Allah. Latihan demi latihan yang terus
menerus hingga terbiasa hidup seadanya ( walaupun mampu berbuat lebih,
tapi di tahannya untuk melakukan ).
Mustahil kiranya bisa menapaki
jalan ini tanpa mengetahui dan meneladani pola kehidupan para pendahulu
kita yang tetap teguh berjalan di jalan jihad hingga akhir hayatnya.
Meneladani
mereka dan mengikuti petunjuk mereka adalah jalan untuk meraih
kemenangan yang di janjikan Allah. Imam Malik mengatakan ; “ Tidak akan
beruntung / menang ummat ini melainkan dengan apa yang menjadikan
beruntungnya ummat sebelum mereka.”
Allah Azza wajalla berfirman :
“Mereka
itulah orang2 yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah
petunjuk mereka. Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam
menyampaikan (Al Qur'an)". Al Qur'an itu tidak lain hanyalah peringatan
untuk segala umat.” ( QS: Al An’am 90 )
“Dan semua
kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah2 yang
dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang
kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang2 yang
beriman.” ( QS: Huud 120 )
Pembinaan ( menumbuh
kembangkan kesadaran akan bersegera melakukan amal kebajikan atau apa
apa yang akan di lakukan di niatkan ibadah dengan segala bentuknya
dengan di landasi keikhlasan dan senantiasa mengikuti syar’inya serta
bersabar dan segala sesuatunya itu akan kembali kepada dirinya sendiri
nantinya ) terhada jiwa para pegiat amal Islami merupakan satu persiapan
awal yang sangat penting ( juga bagi seorang muslimah ), di samping
persiapan secara materi yang juga perlu di latih dan di biasakan sesuai
fitrah dan kemampuan masing masing individu. Sadar dari segi materi
artinya; bahwa apa apa yang akan atau telah ia infakkan itu belum
seberapa dan masih terus di butuhkan ( karena keadaan Islam hari ini ),
ibarat ia menuangkan sebotol air diatas hamparan gurun pasir. Maka di
sana perlunya latihan dan latihan akan makna ikhlas dan sabar ( baik itu
sebelum beramal, saat beramal dan setelah beramal ).
Jadikan Sholat dan Sabar Sebagai Penolong
Ya
!, kesadaran dan pemahaman yang benar akan posisinya dan kewajibannya
sebagai seorang istri yang mendampingi suami ( di dalam menapaki jalan
iman, hijrah, dakwah dan jihad seperti yang di contohkan oleh Rosulullah
Saw, para sahabat r.a dan orang2 sholeh setelahnya ) atau posisinya
sebagai seorang ibu yang memiliki tanggung jawab besar terhadap lahirnya
generasi generasi besar yang tangguh di setiap medan amal adalah modal
awal tumbuhnya himmah dan azzam yang kuat dalam dirinya untuk selalu
membina dirinya.
Bukan sebaliknya, ( apa yang
terjadi pada wanita pada umumnya ) pribadi yang banyak mengeluh, banyak
menuntut yang macam macam sering menyakiti suaminya dengan perkataan
sehingga apa yang di cita citakan bersama ( terciptanya satu keluarga
yang sakinah,mawaddah dan warokhmah ) hancur berantakan di tengah jalan.
Yang
di harapkan dari seorang mukminah adalah selalu berusaha mendampingi
suaminya dengan setia, melayani, memudahkan urusannya membantu tugas
tugas suami ( jika ia mampu dalamhal tenaga atau ilmu ) dengan senang
hati. Karena sedikitnya waktu dan perhatian sang suami karena banyaknya
kewajiban kewajiban yang harus segera di tunaikan takmembuat senyumnya
berubah menjadi satu kemarahan, justru seharusnya rasa bangga dan rela
senantiasa ia bingkai dalam hatinya atas kesibukan suaminya yang bekerja
untuk Allah, Rosul-Nya dan kaum Muslimin yang di cintai dan di ridhoi
Allah.
Sebuah pelajaran berharga dari negri para syuhada (
Afghanistan ) bisa kita jadikan satu pelajaran dan motivasi. Pernah
salah seorang panglima mujahidin Afghan di tanya, “ Pernahkah seorang
mujahidin menemui hambatan dari istri dan anak anaknya di karenakan
lamanya meninggalkan mereka dan juga susahnya kehidupan yang di laluinya
?.” Ia menjawab, “ Justru wanita Afghanlah yang memberikan motivasi
bagi suaminya untuk terus berjihad. Kalau ada yang ragu ragu, ia sendiri
yang akan membantu mujahidin, sedangkan suaminya di suruh di rumah
mengurus rumah tangga dan menjaga anak2.” “ Bahkan banyak dari gadis2
Afghanistan yang menawarkan dirinya kepada mujahidin dan maharnya di
belikan senjata demi kepentingan mereka.”
Inilah
perkataan jujur seorang mujahidin Afghanistan. Sehingga wajar jika
bangsa Afghanistan mampu menanggung setiap bentuk konfrontasi dan mampu
bertahan beberapa lama, bahkan membuat musuh musuhnya bertekuk lutut.
Sosok
sosok seperti ini yang di harapkan Allah dan Rosul-Nya, pribadi pribadi
yang memiliki sifat seperti Khadijah, Aisyah, Hafsah, Ummu Sulaim r.a
dan yang lain lainnya.
Sungguh kita tidak akan
kehabisan kekuatan jika kita mengambil suri tauladan dari para pendahulu
Ummat ini. Mempelajari ilmu ilmu syar’i dan membaca sunatullah
kehidupan para mukmin akan membuka tabir fitnatus syubuhat dan
melenyapkan syahwat syahwat dalam diri kita, sehingga yang ada tinggal
ketenangan, keteguhan hati, rasa syukur dan ridha bahwa Allah berkenan
memilih kita untuk tetap berada di jalan ini.
Sumber: Catatan Facebook