By: Iyant syahral uyun (Heryanti Putri Tarmizi)
Saya terduduk menatap layar laptop yang hampir usang dimakan usia, maklum laptop beli bekas, sudah lebih dulu di jelajah tuannya terdahulu. Tapi tak apalah asal dia mampu membantu saya menuntaskan semua tugas kampus dan tugas sekolah untuk semua murid-murid saya,, meskipun saya cuma guru praktek di sekolah tersebut. Saya bangga bisa membuat mereka bahagia.
Menjadi seorang guru kata orang adalah pekerjaan yang mudah, namun ketika saya menjadi seorang guru rasa susah dan payah terasa begitu berat, mungkin karena masih aawal. begitu terasa beban yang menumpuk di dalam kepala. Ohhh ini rupanya kerja seorang guru yang kata orang mudah,, jauh sekali dari gambaran yang mereka berikan kepada saya mulai dari saya masih di sekolah menengah pertama 5 tahun lalu. Menjadi seorang guru pada kenyataannya sangatlah tidak mudah. Seorang guru mempunyai tanggung jawab yang sangat besar terhadap peserta didiknya, guru meski mengatur proses pembelajaran ssebaik mungkin agar tujuan mendidik siswa tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan. Seorang guru mesti mempersiapkan perencanaan pembelajaran yang selalu berubah dari waktu ke waktu sesuai tuntutan situasi dan kondidi dunia Pendidikan saat ini.
Hal yang menyenangkan menjadi seorang guru adalah ketika kerja keras mengatur diri sendiri dan siswa dalam pengelolaan kelas berhasil dan mencapai tujuan Pendidikan yang sudah di tetapkan sesuai dengan harapan. Lainnya adalah senyum siswa. Iya senyum siswa. Menjadi seorang guru di ibaratkan orang sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, meski tidak lagi mengajar tapi yang namanya pahlawan akan selalu di kenang, jumpa di manapun dan kapanpun dengan mereka akan selalu saya dapatkan senyum dan sapaan mereka. “buuukkkk guru” dari jauh seberang jalan pun mereka akan memanggil dengan senyum paling manis yang mereka punya. Tentunya hal itu akan terjadi jika saya menjadi guru sekaligus teman yang mereka butuhkan.
Siswa-siswa SMA yang sedang mengalami pubertas akhir lebih berharap bahwa dalam kelasnya tidak akan muncul seorang guru tapi mereka lebih membutuhkan seorang teman, teman untuk berbagi. Teman itu tidak menghakimi secara sepihak, teman itu baik hati bahkan teman sejati itu adalah teman yang paling banyak tau aib temannya tapi mampu menjaganya. Itulah yang dibutuhkan seorang siswa SMA. Itu bagi saya dan dari persepsi saya.
Setiap siswa memiliki kebutuhan yang berbeda untuk setiap jenjang pendidikannya, siswa SD dan SMA mereka sama, siswa SD butuh teman untuk bermain maka posisikan diri sebagai guru SD yang mampu menjadi guru, teman bermain sambil belajar. Siswa SMA, mereka adalah individual yang sudah banyak tau dari SD-SMP di tambah Pendidikan Pesantren (jika ada) oleh karena itu mereka tidak butuh yang namanya guru yang kerjanya hanya menggurui mereka karena dalam perspektif mereka apa yang guru mereka jelaskan sudah lebih dulu mereka ketahui terlebih setiap materi ajar dalam satu bidang studi isinya sama saja. Jadilah guru yang menjadi teman untuk mereka tidak hanya di dalam kelas. Bicara siswa pertengahan yaitu siswa SMP maka kita akan bermain dengan kata “LABIL” dan “RUMIT”. siswa SMP adalah remaja awal yang baru lulus SD. Sikap dan Sifat serta cara berpikir mereka masih belum stabil,,, Ingatan mereka juga sedang aktif-aktifnya, mereka akan sangat banyak bertanya, Maka jadilah guru yang juga bersahabat dengan mereka yang mampu menjawab pertanyaan mereka dengan bahasa yang logis, berikan materi ajar dengan sikap yang lembut yang tentunya dengan media yang menyenangkan bagi mereka. Apapun yang guru ajarkan pada mereka akan mereka ingat selalu selanjutnya akan mereka aplikasikan dalam kehidupan, jika salah maka meereka juga ikut salah. (KaProdi PAI, Susi Yusrianti M.Pd dengan sedikit perubahan kata oleh Heryanti _ belum ada title_ he he he)
Di tempat praktek saya mempunyai guru pamong, Burdah Adam S. Ag nama dan title beliau. Awalnya saya kira beliau tidak baik, ternyata beliau sangat lembut dan sabar dalam mendidik siswanya. Beliau mengatakan bahwa “Guru itu sejajar dengan Orang tua. Jika ada sebutan mantan ibu atau mantan ayah maka selanjutnya akan ada mantan guru, tapi sampai saat ini belum ada yang namanya mantan guru”. Jadi meskipun sudah tidak lagi mengajar seorang guru tetap akan menjadi guru bagi siswa SD, SMP, dan SMA serta yang setingkat. Mungkin karena hal tersebut meski tidak lagi mengajar di SMPN 3, tapi bagi siswa saya mereka tetap menjadikan saya sebagai gurunya. Itulah hal yang menyenangkan. Setiap hari dari senin sampai sabtu di depan rumah saya selalu bertemu mereka karna kebetulan di samping kanan rumah saya adalah sekolah mereka. “Ibuukkkkk” setiap pagi pasti ada sapaan seperti itu baik dari laki-laki maupun perempuan. Jika waktu tidak memburu saya juga ikut sedikit berbasa basi dengan mereka. Sekedar menanyakan kabar dan melempar senyum. Mereka juga butuh di perhatikan tidak hanya guru yang diperhatikan siswa.
Setiap individual itu datang dari latar belakang yang berbeda mungkin dengan sekelabat masalah dalam otaknyaa. Yang sering terlupa oleh orang tuanya karena sibuk mencari uang. Saat itulah guru harus ber aksi menjadi orang yang paling mengerti mereka. Saya yakin jika saya dekat dengan mereka, mereka akan mendengarkan saya.
Rancangan Perencanaan Pembelajaran (RPP) sudah selesai saya edit sesuai kebutuhan, untung saya sudah pernah mempelajari nya saat semester 3 yang lalu, meski pulang kuliah harus berlomba dengan azan yang di kumandangkan di mesjid saat magrib. Saat sampai di rumah sering kali magrib mendekati isya,,, ahhh semoga Allah mau mengampuni saya. jam kerja di meja kecil yang ada di kamar saya, sudah menunjukkan pukul 06:20. Saatnya bersiap-siap dan berangkat menuju tempat praktek.
Tepat 15 menit sebelum bel masuk saya sudah berada di kantor guru, belajar sejenak sebelum kelas di mulai. Bagi saya dan guru pada umumnya, meski sudah menjadi guru dan mengajar siswa tapi kami masih butuh mengajari diri sendiri. Guru mesti selalu memperbaharui ilmu pengetahuan seuai tuntutan zaman, yaaa lagi-lagi tuntutan zaman kalaupun tidak di ikuti maka kita selalu menjadi orang yang tertinggal,, iya kaan ? kata orang sich ketinggalan zaman.. apapun itu sebutannya, saat ini saya adalah seorang guru meski pun sekarang cuma guru praktek.
Masuk kelas jam ke 1-2 adalah saat kelas sedang nyaman, sebab keadaan masih belum panas. Otak manusia saat pagi masih bersih terlebih dari dosa soalnya waktu dari bangun pagi sampai masuk jam pertama sekolah itu tidak terlalu lama. Jadi apapun yang saya sampaikan masih mau mereka dengarkan, saat seperti ini juga paling pas untuk mendekati mereka.
Kegiatan pembelajaran di awali dengan kegiatan pendahuluan, maka saya masuk kelas memberi salam dengan senyum paling manis kemudian berjalan-jalan memutar kelas untuk merapikan siswa, pokoknya sama seperti yang saya pelajari pada micro teaching semester 5, tidak ketinggalan menyuruh salah satu siswa untuk membersihkan papan tulis. Kemudian saya berterimaksih pada siswa tersebut, saya lihat dia mengelus dada. Saya tanyakan kenapa, apakah dia sakit. Spontan dia menjawab “ hana buk,,, leupie hatee teuh buk that jareung ureung geukheun teurima kasih buk (bukan buk,,,bahagia rasanya hati saya buk, jarang sekali saya mendengar orang mengucapkan terima kasih pada saya ). Saya bahagia jika mampu membuat mereka juga bahagia.
Benar kata dosen saya, Buk Syarifah Rahmah. “sekecil apapun pertolongan yang di berikan orang pada kita ucapkanlah terima kasih dampak kata terimakasih itu sangat besar”
Meski hanya lewat kata terimakasih kita sudah menghargai mereka dan memberikan perhatian paada mereka. Bisa jadi di rumah dari orang tuanya sendiri mereka tidak pernah mendengarkan kata terimakasih, sudah lelah bekerja membersihkan halaman rumah dari pagi sampai siang sudah harus masak untuk makan siang belum lagi sempat berhenti tapi tak ada ucpan terimaksih untuk menghargai kerja kerasnya.
Padahal sangat sederhana sebuah kata yang terdiri dari kata “terima” dan “kasih” hanya butuh 2-3 detik untuk mengucapkannya. Namun masih ada juga yang melupakannya.
Kegiatan awal berakhir selanjutnya kegiatan inti, isinya adalah menyampaikan materi dengan menggunakan strategi, metode dan media pembelajaran. Kata Buk Aisyah Ma’awiyah, “Penggunaan strategi, metode, dan media pembelajaran itu harus di sesuaikan dengan situasi dan kondisi kelas serta siswa yang ada di dalamnya”. Saya masih ingat ketika presentasi kelompok saya menjawab sebuah pertanyaan dengan jawaban beliau tersebut dan karena hal itu beliau mengenal saya sampai saya aktif dengan mata kuliah beliau dan selalu dapat A+ untuk 2 pelajaran Strategi pembelajan dan Fiqh 1 serta satu A tanpa + ( heheh ) untuk pelajaran Fiqh 2.
Kembali lagi ke kelas, saat kegiatan inti saya berusaha menerapkan strategi dan metode pembelajaran ssesuai dengan ke adaan siswa, sesuai dengan karakter siswa yang lebih senang bermain sambil belajar. Kalaupun mereka siswa SMA rasanya mereka juga butuh bermain.
Saat kegiatan penutup,, kesimpulan pembelajaran dengan hasil belajar mereka sinkron,, itu artinya hari ini saya berhasil mengelola kelas. Semoga ke depannya saya juga bisa, meskipun ke depan nya jam pelajaran saya akan di tempatkan pada jam ke 7-8. He he he he
#catatan mengajar perdana kelas XI IPS II, SMA Negeri 6 Lhokseumawe. Tanggal 18 September 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan bijak